Ketidakadilan Hukum

By , 0 View

Dikutip dari KOMPAS.com — Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) terus menuai kritik. 

Pertimbangan majelis hakim—kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia—dinilai sebagai argumen yang tak masuk akal. 

"Tanpa mencampuri independensi hakim dalam memutus suatu perkara, ada baiknya hakim tidak sekadar menggunakan kacamata kuda yuridis an sich," kata anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/1/2015). 

Masinton mengatakan, kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada lingkungan di area yang terbakar. Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu juga merugikan jutaan masyarakat yang wilayahnya terdampak. 

Oleh karena itu, aspek sosiologis dan psikologis masyarakat juga harusnya menjadi pertimbangan hakim. 

"Tentu putusan majelis hakim ini dirasa tidak adil untuk masyarakat luas yang selama ini merasakan dampak dari perusakan dan pembakaran lahan hutan yang dilakukan oleh perusahaan BMH," ucap politisi PDI-P ini. 

Masinton menambahkan, seharusnya majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai oleh Parlas Nababan serta beranggotakan Eliwaty dan Sudjito ini bisa mengacu pada putusan hakim sebelumnya sebagai dasar yurisprudensi. 

Misalnya, dalam kasus PT Calista Alam (Aceh), Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan gugatan pemerintah sebesar Rp 336 miliar sebagai ganti rugi dan pemulihan lingkungan kepada negara. Padahal, luas area kebakaran di PT Calista jauh lebih kecil.

"Kebebasan hakim yang merupakan personifikasi dari kemandirian kekuasaan kehakiman tidak berada dalam ruang hampa. Kekuasaan hakim dibatasi oleh rambu-rambu akuntabilitas, integritas moral dan etika, serta transparansi dan pengawasan dari masyarakat," tambah Masinton. 

Di sisi lain, Masinton juga menyarankan agar Kementerian LHK memperbaiki lagi gugatannya agar menang dalam banding di Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan.

Analisis
Kasus pembakaran memang sering terjadi, tetapi pelaku sulit untuk diberantas, dikarenakan kurangnya gugatan, serta permasalahan di dalam persidangan, seperti hakim yang mudah tergiur oleh uang sogokan, dan sebagainya. seharusnya para penegak hukum itu malu karena secara tidak langsung mereka tidak mencerminkan diri layaknya seorang penegak hukum.

Pendapat
Menurut pribadi saya sendiri memang hukum di Indonesia ini masih tergolong lemah, dikarenakan penegak hukum yang tidak taat hukum, seperti kasus diatas, pembakaran hutan yang berhektar - hektar malah di bebaskan, padahal itu sudah merugikan negara cukup banyak, dikarenakan hutan merupakan tempat hidup hewan, jika hutan dibakar, maka hewan - hewan akan pergi mencari makan ke tempat penduduk yang dapat membuat kekacauan. maka dari itu tolong untuk penegak hukum, tegakkan lah hukum setegak -tegaknya, jangan setengah - setengah, agar kasus serupa tidak terjadi lagi. kasus pembakaran hutan bukan hanya merugikan pemerintahan, namun warga disekitar area hutan tersebut juga mendapatkan dampak akibat pembakaran tersebut.

Sumber : GO TO HERE 
Image : Here

You Might Also Like

0 Komentar